Si Punguk

Si Punguk

Judul : Si Punguk
Kategori : Dongeng
Bahasa Sumber : Banjar
Nara Sumber : Mama

Si Punguk adalah dongeng yang sering diceritakan Mama pada kami sewaktu masih kecil. Dari sedikit dongeng yang sering beliau ceritakan, Si Punguk adalah dongeng yang paling sering beliau ulang-ulang. Saking seringnya kami sampai bosan karena sudah hapal ceritanya.

Cerita Si Punguk memiliki kesan khusus ketika adik saya sudah menginjak bangku Aliyah. Suatu hari dia mengikuti lomba menulis dongeng menggunakan bahasa daerah pada kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra. Dia pun menuliskan kembali cerita Si Punguk dalam Bahasa Banjar pada perlombaan tersebut. Tidak disangka, cerita Si Punguk meraih juara 3 tingkat provinsi Kalsel dan juara 2 tingkat nasional pada kategori Penulisan Cerita Rakyat (sumbernya di sini). Dia bahkan bisa membeli komputer menggunakan uang hadiah tersebut, meski ada sedikit tambahan dari Abah. Selengkapnya di sini.

Sejak saat itu, rasanya konyol saja jika kami membicarakan Si Punguk ini. Apakah di luar sana tidak ada yang kenal dengan Punguk? Saat browsing di internet ada kisah Bagai Pungguk Merindukan Bulan. Tapi ceritanya berbeda dengan dongeng yang Mama ceritakan pada kami.

Suatu hari saat ngobrol dengan rekan kerja, saya menceritakan kisah Si Punguk. Bagaimana bosannya kami dengan cerita ini, dan kehebatan dongeng ini meraih juara 2 tingkat nasional. Ternyata teman-teman saya belum pernah mendengar kisah Si Punguk sebelumnya. Dan mereka malah menertawakan kisah yang sangat biasa ini namun berhasil menyabet juara. Sejak saat itu beberapa dari mereka memanggil saya dengan sebutan Punguk.

Jadi bagaimana sebenarnya kisah Si Punguk ini. Walaupun saya tidak semahir adik saya dalam menuliskan cerita, akan saya tuliskan kembali ringkasan cerita Si Punguk dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan sedikit Bahasa Banjar.

Si Punguk

Zaman dahulu hiduplah seorang pemuda bernama Si Punguk. Si Punguk ini sangat pemalas sekali. Pekerjaannya hanyalah tidur sepanjang hari. Dia memiliki keinginan untuk menikah dengan seorang putri yang cantik jelita.

Si Punguk memiliki seekor burung. Burung yang dimilikinya bisa berbicara. Pada suatu hari burung tersebut berbicara kepada Si Punguk.

"Punguk! U…. Punguk! Lakasi bangun! Sumbalih unda!"

Demi mendengar perkataan si burung, Punguk pun bangun dari tidurnya. Ia mengambil pisau kemudian menyembelih burungnya tersebut. Setelah itu ia pun kembali meneruskan tidurnya.

Meskipun sudah disembelih, ternyata burung tersebut masih bisa berbicara. Ia pun kembali memanggil Si Punguk.

"Punguk! U…. Punguk! Lakasi bangun! Siangi unda!"

Punguk kemudian bangun dari tidurnya. Ia pun mulai membersihkan burung tersebut dan mencabuti bulu-bulunya. Setelah selesai, ia kembali tidur.

Ternyata burung itu yang masih bisa berbicara, ia pun kembali membangunkan Si Punguk.

"Punguk! U…. Punguk! Lakasi bangun! Masaki unda"

Punguk kembali bangun dari tidurnya. Ia pun memasak burung yang telah dibersihkannya itu. Setelah masak, ia kembali tidur.

Meskipun sudah dimasak di kuali, burung tersebut terus saja berbicara.

"Punguk! U…. Punguk! Lakasi bangun! Makani unda"

Punguk kembali bangun dan memakan burung tersebut sampai habis. Setelah itu, ia kembali tidur.

Meskipun sudah berada dalam perut Si Punguk. Sang burung masih terus berbicara.

"Punguk! U…. Punguk! Lakasi bangun! Hiraakan unda"

Si Punguk bangun dari tidurnya dan pergi ke belakan rumah. Ia kemudian buang air besar di sana. Setelah selesai, ia kembali tidur.

Di tempat Si Punguk membuang hajatnya tumbuh sebatang pohon nangka. Pohon itu kemudian berbuah namun hanya satu. Walau pun hanya satu, buah nangka tersebut sangat besar sekali. Dari dalam buah tersebut terdengar panggilan suara dari sang burung.

"Punguk! U…. Punguk! Lakasi bangun! Putik unda!"

Punguk bangun dari tidurnya dan memetik buah nangka yang besar tersebut. Lalu ia kembali tidur.

Dari dalam buah nangka tersebut kembali terdengar suara yang memanggil Si Punguk.

"Punguk! U…. Punguk! Lakasi bangun! Balah unda!"

Punguk bangun dari tidurnya dan membelah buah nangka tersebut. Dari dalam buah nangka tersebut keluarlah seorang putri yang sangat rupawan. Si Punguk akhirnya menikah dengan puteri tersebut dan menghentikan kebiasaannya yang suka tidur.

*****

Bagaimana ceritanya? Ngga banget ya, hehe. Cerita tersebut adalah versi ingatan saya. Adapun cerita yang dikirim adik saya untuk lomba katanya ada sedikit modifikasi dengan bahasa dan tulisan yang lebih baik tentunya.

Beberapa teman saya mengatakan dongeng tersebut tidak ada hikmahnya sama sekali. Bagaimana mungkin orang pemalas seperti Si Punguk bisa memperoleh apa yang dia inginkan. Tapi bagi saya hikmah adalah bagaimana sudut pandang kita terhadap sesuatu. Kalau mau dibela, si Punguk ini, rajin juga. Dia langsung saja mengerjakan permintaan sang burung tanpa bertanya atau protes sedikit pun, hehe.

Tapi entahlah. Itu bukan sesuatu yang untuk diperdebatkan. Yang saya percayai adalah suatu pernyataan. "Sesuatu yang tidak kita ketahui, bukan berarti tidak ada. Hanya kita saja yang belum tahu kebenarannya."

2 komentar

  1. Saya baru tau cerita si Punguk.

    Saya liat dari sudut yang berbeda. Di mana kalau kita punya cita cita atau keinginan suatu saat pasti akan terwujud.

    Lalu sipunguk adalah orang yang penurut dan tidak pernah membantah kalo saya lihat.

    Apapun yang diperintahkan langsung dikerjakan.

    Seperti nya pesan ceritanya seperti itu.

    Dimana kalau kita mau patuh atau nurut. Pasti akan membuahkan hasil.

    Dalam arti patuh yang positif ya.

    Kalo dalam blogging mah istilahnya kalo kita patuh untuk terus nulis pasti akan membuahkan hasil.

    Yap. sedikit analisa bocah bau kencur..he..he..


    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin karena itulah saya tulis kembali cerita ini, sepertinya belum banyak yang tahu.

      Dari sekian banyak dongeng yang pernah mama saya ceritakan, dongeng inilah yang paling berkesan :)

      Hapus


EmoticonEmoticon