Review Film Sejarah Perang Banjar (Pangeran Antasari)

Review Film Sejarah Perang Banjar (Pangeran Antasari)

Judul : Sejarah Perang Banjar (Pangeran Antasari)
Kategori : Film Sejarah
Pemain : Egi Fedly, Helmalia putri
Sutradara : Irwan Siregar
Tahun : 2018
Durasi : 1 jam 34 menit

Review

Film ini menceritakan tentang perjuangan Pangeran Antasari pada saat Perang Banjar melawan Belanda. Film ini diilhami oleh naskah Banua Kita karya DMA. H. Adjim Arijadi. Bsc.

Sebagai orang Banjar, nama Pangeran Antasari tidaklah asing bagi saya. Beliau adalah pahlawan nasional yang berasal dari Kalimantan Selatan. Foto beliau bahkan ada pada uang kertas dua ribu rupiah. Tapi jika diminta menceritakan perjuangan beliau dalam perang Banjar melawan Belanda. Saya bahkan tak tak tahu ceritanya. Sepertinya, itu pula yang dialami oleh kebanyak masyarakat Banjar. Tahu nama beliau, tapi tidak tahu kisah beliau.

Mungkin ini pula salah satu hal yang mendorong Pemprov Kalsel untuk membuat Film Sejarah Perang Banjar. Film ini merupakan sebuah persembahan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Tujuannya adalah untuk mengenalkan sejarah Banjar kepada masyarakat luas. Pemerintah bahkan sempat memberikan tiket nonton gratis di bioskop kepada masyarakat untuk menonton film ini. Selanjutnya, film ini juga dapat ditonton secara lengkap di Youtube.

Dalam awal film ini diceritakan, bagaimana anak-anak sekarang banyak yang tidak mengenal Pangeran Antasari. Maka mengalirlah cerita yang menceritakan perjuangan beliau.

Pada saat Sultan Adam meninggal, beliau memberikan wasiat agar Pangeran Hidayatullah yang menggantikan beliau. Namun Belanda mencampuri urusan dalam Kerajaan Banjar dan mengangkat Pangeran Tamjidillah menjadi raja.

Sikap Belanda yang sewenang-wenang membuat rakyat tidak senang. Mereka pun bersatu dibawah pimpinan Pangeran Antasari untuk mengusir penjajah Belanda.

Ada beberapa nama yang sering saya dengar juga hadir dalam film ini. Diantaranya adalah: Sultan Adam, Pangeran Antasari, Pangeran Hidayatullah, Demang Lehman, dan Putri Junjung Buih.

Nama Sultan Adam sering saya dengar sebagai nama salah satu jalan besar di Banjarmasin. Rupanya nama tersebut diambil dari salah seorang raja Banjar yang cukup terkenal. Dalam film diceritakan bahwa beliau sudah meninggal. Namun surat wasiat beliau menjadi penting di sini. Beberapa orang bahkan berpendapat bahwa mereka akan mendapat kutukan jika tidak melaksanakan wasiat beliau agar Pangeran Hidayatullah menjadi raja.

Dulu saya sempat berpikir bahwa Pangeran Antasari adalah raja, mungkin karena gelar Pangeran yang beliau sandang. Kenyataannya beliau bukanlah raja. Namun beliau bergelar pangeran karena juga merupakan keturunan keraton.

Kakek beliau yang juga keturunan kerajaan dulunya pernah melawan Belanda dan diasingkan. Oleh karenanya beliau tidak termasuk orang yang ditawarkan untuk naik tahta. Meskipun begitu, Pangeran Antasari memang tak punya keinginan menjadi raja. Keinginan beliau hanyalah mengusir penjajah Belanda dari tanah Banjar.

Penyerangan terhadap benteng Belanda di Pengaron yang beliau pimpin menjadi pembuka mata bagi rakyat Banjar untuk terus berjuang melawan Belanda.

Slogan beliau yang paling terkenal adalah "Haram Manyarah, Waja Sampai Kaputing"

Nama Pangeran Hidayatullah pernah saya dengan dalam lirik lagu Banjar. Saya pun sudah lupa lagunya seperti apa. Yang pasti, saya yakin beliau adalah orang yang penting dalam sejarah. Pangeran Hidayatullah adalah cucu dari Sultan Adam, raja sebelumnya. Beliau disenangi oleh rakyat. Makanya rakyat geram ketika Belanda mengangkat Pangeran Tamjid menjadi raja.

Salah satu adegan yang saya sukai adalah ketika residen Belanda mengundang Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Tamjid. Belanda menawarkan minuman beralkohol kepada mereka. Pangeran Tamjid meminumnya. Namun Pangeran Hidayat dengan tegas menolak untuk meminum alkohol selamanya. Ia juga menolak Belanda yang ingin menghadiahi minuman haram tersebut untuk keluarganya.

Perihal beliau yang akhirnya berada di pengasingan di Cianjur, dikatakan adalah akibat muslihat dari Belanda. Beliau tidak pernah menyerah kepada Belanda.

Nama Demang Lehman diabadikan sebagai nama sebuah lapangan olahraga di Martapura. Dulu, bagi saya agak sulit menyebut nama ini. Namun akhirnya terbiasa karena sering mendengarnya.

Rupanya Demang Lehman adalah orang yang memiliki peranan cukup penting dalam perang Banjar. Ia bertugas sebagai pemimpin perjuangan di daerah Karang Intan, Riam Kanan, dan Riam Kiwa. Ia dianugarahi senjata sebuah keris dan tombak oleh Pangeran Hidayatullah. Patutlah namanya diabadikan sebagai sebuah nama lapangan besar.

Adegan yang saya sukai adalah saat Demang Lehman berkelahi melawan Haji Isa dan seorang temannya. Ia tidak mau seperti mereka yang mau saja jadi pengikut Belanda. Ia memiliki ilmu bela diri yang hebat.

Nama Putri Junjung Buih sering saya dengar dalam dongeng dan legenda. Rupanya Putri Junjung Buih di sini adalah orang yang berbeda. Nama aslinya adalah Saranti, putri dari Datu Aling di Muning. Ayahnyalah yang memberinya gelar Putri Junjung Buih.

Meskipun wanita, ia memiliki ilmu beladiri dan juga terlibat dalam peperangan melawan Belanda. Dalam sedikit selipan adegan romantis, salah seorang pemuda melamarnya. Maka syarat yang ia ajukan adalah agar pemuda tersebut membawakan tiga kepala Belanda.

Sebagai film sejarah Banjar, tentu saja yang menjadi bahasa percakapannya adalah Bahasa Banjar. Tapi bagi yang tidak mengerti Bahasa Banjar, terdapat terjemahannya di bagian bawah. Pada adegan tertentu, seperti saat berbicara dengan Belanda, bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia.

Di bagian awal, sempat terasa kurang sinkron antara suara, nada, dan pengucapan. Tapi selanjutnya mengalir saja. Mungkin karena meskipun tergolong mudah, Bahasa Banjar tetap memiliki intonasi khas yang jika tidak sesuai akan terdenar janggal.

Menurut saya, film Sejarah Banjar adalah film yang patut ditonton oleh masyarakat Banjar, baik orang dewasa maupun anak-anak. Selain menambah wawasan, kita pun akan semakin menghargai kemerdekaan dan para pahlawan yang telah memperjuangkannya.

0 Comments

Posting Komentar