[Review Buku] Si Anak Badai - Mempertahankan Kampung Nelayan

Review Buku Si Anak Badai
Judul : Si Anak Badai
Kategori : Novel
Penulis : Tere Liye, co-author : Sarippudin
Penerbit : Republika
Tahun Terbit : 2019
Halaman : 322 halaman

Si Anak Badai adalah novel ke 6 dari Serial Anak Nusantara karya Tere Liye. Meski begitu, novel ini sepertinya tidak ada keterkaitan langsung dengan novel serial anak sebelumnya. Maka tidak masalah jika membacanya tidak berurutan. Selain itu, novel ini bisa dibaca secara terpisah.

Tokoh utama dalam novel ini adalah seorang anak bernama Zaenal atau biasa dipanggil Za. Dia memiliki tiga orang teman dekat yaitu Malim, Awang, dan Ode. Selain teman sekelas, mereka melakukan banyak hal bersama-sama. Salah satunya adalah menunggui kapal setiap hari minggu.

Mereka adalah para siswa kelas enam. Mereka tinggal di sebuah perkampungan nelayan bernama Matowa. Meskipun orang tua mereka ada yang menjadi pegawai kecamatan, namun mata pencaharian utama penduduknya adalah nelayan.

Ayah Zaenal adalah seorang pegawai di kantor kecamatan dan ibunya seorang penjahit. Ia mempunyai dua orang adik yaitu Fatah dan Thiyah. Selain sibuk belajar di sekolah, mereka juga rajin membantu orang tua.

Di bagian awal novel banyak diceritakan kejadian sehari-hari sebagai pengenalan para tokohnya. Kisah berpindah-pindah dari sekolah, rumah, dermaga, masjid, dan lingkungan desa tempat tinggal mereka. Dengan adanya berbagai peristiwa di tempat yang berbeda, saya pun jadi bisa membayangkan bagaimana keadaan perkampungan di desa Matowa.

Meskipun kejadian yang diceritakan sepintas seperti kejadian biasa-biasa saja, berbagai kejadian tersebut akhirnya akan mengantarkan pada permasalahan utama yang harus mereka hadapi, yaitu rencana pembangunan pelabuhan yang akan menghancurkan desa mereka.

Berhubung novel ini berjudul si anak badai, maka tentu ada sebuah peristiwa hingga nama itu tercipta. Tentu saja hal ini sangat erat kaitannya dengan tempat tinggal dan pekerjaan mereka sebagai nelayan. Ketangguhan mereka dalam menghadapi badai mengingatkan kita bahwa nenek moyang kita adalah pelaut.

Ada beberapa hal yang dimasukkan dalam novel dan cukup menghibur bagi saya. Ketika diceritakan bahwa para ibu-ibu sedang latihan rebana, tidak lupa penulis mencantumkan lirik lagu kasidahnya. Akibat lirik lagu yang diulang beberapa kali, tanpa sadar saya pun ikut mendendangkannya meski hanya dalam hati.

"Bingung... bingung... ku memikirnya"

Sebagai kampung nelayan yang berdiri di atas sungai, ada banyak peristiwa yang tidak bisa dijumpai di kampung biasa. Penggambaran kampung Matowa sebagai kampung nelayan, sempat mengingatkan saya pada sebuah desa nelayan dari novel Tentang Kamu karya Tere Liye. Tentu saja ini adalah kampung nelayan yang berbeda.

Latar tempat begitu jelas digambarkan dalam novel ini, namun tidak ada penjabaran latar waktu secara khusus. Alat komunikasi yang canggih sepertinya belum ada, atau mungkin lokasinya yang terpencil menyebabkan demikian. Yang pastinya, mereka masih menyaksikan layar tancap sebagai hiburan.

Tokoh yang saya suka dari novel ini adalah Pak Kapten. Meskipun beliau terkenal sebagai orang yang pemarah, tapi sebenarnya baik hati. Bahkan beliaulah orang yang paling lantang menyuarakan kebenaran.

Adapun tokoh antagonis di sini digambarkan seperti banyak laut. Nampaknya cocok sekali dengan lingkungan kampung nelayan sebagai latar tempat. Salah satu matanya memakai penutup mata. Entah kenapa saya malah membayangkannya seperti tokoh Pengkor dari film Gundala, tapi ditambah penutup mata.

Jika dibandingkan novel lain yang sering menguras air mata saya, novel ini tidaklah demikian. Meskipun ada kejadian yang cukup membuat sedih, saya tidak sampai menitikkan air mata. Tentu saja ini berbeda untuk setiap orang

Sebagai novel anak, ada banyak hikmah yang bisa diambil dari novel ini. Selain itu novel ini juga bisa dinikmati oleh berbagai kalangan umur. Beberapa pesan moral dalam novel ini diantaranya yaitu tanggung jawab, persahabatan dan pentingnya sekolah. Adapun nilai utama yang bisa saya ambil adalah buruknya akibat korupsi.

Dalam halaman facebooknya, Tere Liye nampak sebagai seseorang yang sangat anti dengan korupsi, ia pun berhasil memasukkan korupsi dan akibatnya dalam novel ini dengan porsi yang pas. Ia tentu ingin menekankan terutama pada pembaca anak bahwa korupsi adalah perbuatan yang sangat tercela.

Sampai akhir cerita, saya cukup terhibur dengan konflik dan penyelesaian yang disampaikan. Walaupun jujur saja, ada pertanyaan kecil yang sempat belum terjawab. Pada salah satu bab dikatakan bahwa Zaenal menyukai kapal Lembayung Senja. Namun sampai akhir cerita saya tidak menemukan alasannya.

"Itu memang kapal kesukaanku. Besok-besok akan aku ceritakan pada kalian mengapa aku suka pada kapal ini. Sekarang aku sedang siap-siap berjuang memperebutkan koin." Si Anak Badai, hal. 52

2 komentar

  1. Wah sudah lama nggak baca karya Tere Liye, bisa jadi rekomendasi nih. Thankyou mba ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Karya Tere Liye selalu seru untuk dinikmati.

      Hapus


EmoticonEmoticon