Review Novel : The Lost Symbol

Judul : The Lost Symbol
Kategori : Novel
Penulis : Dan Brown
Penerjemah : Ingrid Dwijani, Nimpoeno
Tahun Terbit : 2009

Setelah mendownload aplikasi Ipusnas dari Play Store saya mulai berpikir ingin meminjam buku apa. Begitu saya lihat daftar novel Tere Liye yang ada di sana, rupanya antriannya panjang sekali. Saya pun mulai mengingat-ingat nama penulis novel yang saya suka. Akhirnya saya teringat dengan Dan Brown, sang penulis novel Da Vinci Code.

Begitu saya ketikkan nama Dan Brown di pencarian, tidak banyak novelnya yang tersedia. Meski begitu, judul yang muncul adalah novelnya yang belum pernah saya baca. Sebelumnya, saya sudah membaca novel Da Vinci Code, Angel and Demon, dan Benteng Digital. Saya memang tidak begitu ingat detail isi novel tersebut. Saya bahkan sudah lupa pernah meminjam buku tersebut dari mana. Tapi secara garis besar, saya sudah tahu ceritanya karena sudah membaca.

Kali ini saya memilih buku berjudul The Lost Symbol. Jika sebelumnya saya membaca karya Dan Brown lewat buku cetak, kali ini saya membacanya lewat ebook di aplikasi Ipusnas. Tidak masalah bagi saya harus menghabiskan novel sebanyak ratusan halaman lewat android. Toh saya sudah pernah menamatkan puluhan novel lewat aplikasi Wattpath.

Berhubung ini adalah pengalaman pertama saya meminjam ebook di Ipusnas, saya sempat kaget melihat batas waktu peminjamannya hanya selama 3 hari. Padahal setahu saya novel ini tidak mungkin tipis meski tak bisa memegangnya. Namun rupanya #StayAtHome membuat saya bisa manamatkan novel ini sebelum waktunya.

Review The Lost Symbol

Dalam novel ini menceritakan petualangan Robert Langdon di Washington DC untuk mencari sebuah piramida Mason dan memecahkan kode rahasianya. Tentu saja ia melakukan pencarian ini di bawah ancaman akan keselamatan nyawa temannya yang bernama Peter Solomon. Selain itu ia juga harus berjuang dibawah kejaran agen CIA yang entah bagaimana mengatakan bahwa semua ini berhubungan dengan keamanan nasional.

Pada mulanya, Langdon datang ke Washington berdasarkan undangan untuk menyampaikan seminar. Namun siapa yang menyangka, itu semua hanyalah jebakan agar ia memecahkan teka-teki yang diinginkan oleh sang penjahat. Nyawa dirinya dan temannya terancam, begitu pula orang-orang yang terlibat di dalamnya, termasuk Katherine Solomon, adik dari Peter Solomon.

Langdon pun harus berpacu dengan waktu untuk memecahkan misteri yang ada di hadapannya. Sesuai dengan bidang sejarah yang digelutinya, ia mencoba memecahkan simbol demi simbol yang dihadapinya. Ia harus berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain sesuai petunjuk muncul. Tentu saja, karena ia juga dikejar oleh CIA dan tuntutan penjahat itu sendiri.

Penyajian Alur Cerita

Petualangan yang dialami Langdon kali ini sebenarnya tidaklah lama, mungkin sekitar 24 jam saja. Tapi hal itu cukup untuk menghabiskan ratusan halaman untuk menceritakannya. Ketika novel ini berpindah dari satu bab ke bab lainnya, biasanya berupa perpindahan dari satu tokoh kepada tokoh lainnya. Jika bab 1 mengisahkan apa yang sedang dilakukan sang penjahat, bab 2 menceritakan apa yang dialami Langdon, bab 3 bisa mencertiakan tentang orang lain. Kemudian bab berikutnya kembali lagi ke tokoh sebelumnya.

Perpindahan setiap bab mirip dengan perpindahan setiap scene yang ada dalam film. Hal ini memungkinkan pembaca untuk membayangkan apa yang sedang dilakukan oleh setiap tokoh pada kurun waktu yang sedang berlangsung. Ini pula yang bisa membangun ketegangan dan rasa penasaran akan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Hampir di bagian akhir novel, saya menemui plot twist yang tidak saya duga sebelumnya. Mungkin karena saya memang tidak mengharapkan apa-apa maupun menduga akan sesuatu hal. Padahal jika dipikir-pikir, plot twist ini tidak jauh berbeda dari apa yang saya dapatkan dari novel Angel and Demon. Bagi yang sudah menebaknya dari awal, sebenarnya kemungkinannya sangat besar, jadi sebenarnya tidak terlalu mengejutkan.

Latar Waktu dan Tempat

Saat pertama kali memutuskan membaca novel ini, saya hanya memperhatikan nama Dan Brown saya. Saya tidak browsing lebih dulu tentang novel ini sebelumnya. Oleh karenanya, ketika ada adegan Sato yang kerap menggunakan Blackberry nya, saya pun bertanya-tanya ini kapan sih. Belum lagi pernyataan Peter Solomon yang masih belajar menggunakan Iphone, semula saya berpikir ini hanya gurauan.

Ketika akhirnya saya mencari tahu tentang novel ini, rupanya baru diterbitkan pada tahun 2009. Saya pun bisa mengambil korelasinya dimana pada masa itu Blackberry sedang berada dalam masa kejayaannya. Sedangkan android waktu itu belumlah apa-apa. Jadi maklum saja, jika penulis memasukkan Blackberry sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh salah seorang agen CIA.

Sebagaimana novel Dan Brown yang pernah saya baca sebelumnya, novel ini banyak mengisahkan tentang bangunan-bangunan kuno, ajaran kuno, misteri kuno, kelompok freemasonry, orang-orang yang berpengaruh dalam sejarah, dan lain sebagainya. Kali ini lokasi yang digunakan berpusat di Washington DC.

Secara tidak langsung, saya pun jadi belajar tentang nama-nama bangunan yang ada di Washington DC dan nama-nama orang yang pernah muncul dan berpengaruh dalam sejarah. Memang disebutkan bahwa novel ini mengambil latar dari dunia nyata.

Fiksi dan Fakta

Sebagaimanapun namanya, novel tetaplah karya fiksi. Oleh karenanya, saya tetap menempatkannya sebagai hiburan dan tidak memikirkannya secara serius. Bagi saya, cukuplah menikmati petualangan Dan Brown dan tidak perlu terlalu ambil pusing dan bersikap kontra akan beberapa hal yang tidak saya setujui.

Selain mengisahkan alur cerita yang dialami oleh para tokoh dalam novel ini, tentu saja novel ini juga menceritakan tentang arsitektur bangunan, beberapa peristiwa sejarah, kutipan dari beberapa buku maupun perkataan beberapa tokoh penting. Selain itu semua, tentu saja penulis juga menulis dan menyampaikan gagasan dan ide yang ingin disampaikannya kepada pembaca.

Sebagai pembaca, saya menikmati petualangan Robert Langdon sebagai karya fiksi. Saya senang dibawa berpetualang di antara berbagai peninggalan sejarah. Tapi jika ditanya tentang pemahaman dan sari kehidupan yang bisa diambil, bagi saya pribadi, terlalu banyak pro dan kontra yang membuat saya memilih untuk meninggalkannya dan menempatkan kepada fiksi belaka.

Related Posts

0 Comments

Posting Komentar